Rabu, 14 September 2016

MAKALAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

TUGAS KELOMPOK
Aliran Maturidiyah dan Doktrin-Doktrinnya
Mata Kuliah : Ilmu Akidah
Dosen Pembimbing :
Drs. H. Ahmad Syaukani

OLEH
KELOMPOK VII
Yunita (2012121628)
Erni Apriliani (2012121627)
Rafi'ah (2012121558)

Lokal D
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN AKADEMIK
2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Semoga dengan sering bersalawat kepada beliau kita mendapat syafaatnya di akhirat kelak….. amin
Seiring dengan berkembangnya zaman dan  majunya teknologi saat ini kami sangat bersyukur dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya berkat bimbingan Bapak dosen Drs. H. Ahmad Syaukani. Kami dalam tahap pembelajaran membutuhkan banyak ilmu dari para dosen untuk dapat mengerjakan tugas secara benar dan tepat.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.Maka dari itu kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun

Kandangan, 16 Oktober 2013

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …........................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II  PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
LATAR BELAKANG ALIRAN MATURIDIYAH ….................. 2
TOKOH-TOKOH ALIRAN MATURIDIYAH .............................. 2
POKOK-POKOK AJARAN  ALIRAN MATURIDIYAH ............ 3
GOLONGAN-GOLONGAN ALIRAN MATURIDIYAH …......... 4
DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MATURIDIYAH ...................... 5
BAB III  PENUTUP ................................................................................................  12
KESIMPULAN ................................................................................. 12
SARAN ............................................................................................... 13.
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................  14


BAB I
PENDAHULUAN

Penelusuran pengalaman historis masa lampau  menemukan bahwa persoalan kalam di dunia Islam muncul dari suasana perbedaan politik. Setiap persoalan kalam muncul, lahir pula beberapa pendapat dan paham saling berbeda, yang serta merta membentuk aliran kalam.Muncul dari suasana perbedaan, ilmu kalam nampaknya terus berkembang dinamis di dalam arus perbedaan berkesinambungan.


Aliran-aliran ini seakan terlahir dalam lingkaran  dialektika, yang muncul dari proses tesa, antitesa, dan sintesa, atau bergerak secara alami dalam dinamika aksi, reaksi, dan kompromi. Seperti terlihat, aksi Khawarij mengundang reaksi Murji’ah dan lahir upaya kompromi atau jalan tengah Muktazilah, lalu mengundang reaksi Asy’ariyah dan akhirnya melahirkan upaya kompromi Maturidiyah. Demikian pula aksi Qodariah melahirkan reaksi Jabariyah .
Pada makalah ini kami menyajikan materi  mengenai Aliran Maturidiyah. Yang mana pembahasannya meliputi :
Latar belakang aliran Maturidiyah
Tokoh-tokoh aliran Maturidiyah
.Pokok-pokok ajaran  aliran Maturidiyah
Golongan-golongan aliran Maturidiyah
Doktrin-doktrin aliran Maturidiyah

BAB II
PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG ALIRAN MATURIDIYAH
Aliran maturidiyah lahir di Samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Almaturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu’tazilah. Abu manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab hanafi. Riwayatnya tidak banyak diketahui. Ia sebagai pengikiut Abu Hanifah sehingga faham teologinya memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang di pegang Abu Hanifah. System pemikiran aliran maturidiyah, termasuk golongan teologi ahlu sunnah.

Untuk mengetahui system pemikiran Al-Maturidi, kita tidak bisa meninggalkan pemikiran Asy’ari dan aliran Mu’tazilah, karena ia tak lepas dari suasana zamannya. Maturidiyah dengan Asy’ariyah sering sama dalam pemikirannya, karena kesamaan lawan yang dihadapinya yaitu aliran Mu’tazilah. Namun tetap terdapat perbedaan diantara keduanya. Jadi tujuan lahirnya aliran Maturidiyah adalah sebagai reaksi terhadap aliran mu’tazilah yang di anggap tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’.

TOKOH-TOKOH ALIRAN MATURIDIYAH

adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Ia dilahirkan pada tahun 421 H, namun orang tidak mengetahuinya secara pasti, di mana ia dilahirkan. Nenek Bazdawi adalah murid dari Al-Maturidi, dan al-Bazdawi mmepelajari ajaran-ajaran Maturidi dari orang tuanya, tidak di ketahui secara pasti di kota mana-mana saja Bazdawi bermukim, kecuali di sebutkan bahwa ia berada di Bukhara pada tahun tahun 478 H/1085 M, dan menjadi qhadi di Samarkand pada tahun 481 H/1088 M, kemudian wafat di Bukhara pada Tahun 493 H/1099 M. dengan demikian dapat di duga bahwa Bazdawi menghabiskan bagian dari masa hidupnya di Bukhara. Ia dalah tokoh ulama yang dalam bidang fiqh brmazhab hanafi. Karyanya yang terknal adalah kitab Ushul al-Din. Al-Bazdawi sndiri mempunyai banyak murid, dan salah seorang daripadanya ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi. Ia adalah pengarang buku al-‘aqaid al-nasafiah.

Seperti di ketahui, tidaklah selamanya pengikut suatu aliran, pendirinya selalu sama dengan aliran yang ia ikuti. Hal ini terjadi pada Bazdawi yang pendirian-pendiriannya lebih dekat kepada asy-‘Ariyah dapipada kepada maturidi, sementara maturidi sendiri lebih dekat kepada mu’tazilah.

POKOK-POKOK ALIRAN MATURIDIYAH
Pokok-pokok aliran Maturidiyah yaitu :
Kewajiban mengetahui Tuhan, akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukumTaklifi(perintah-perintah Allah)
Kebaikan dan keburukan dapat diketahui dengan akal.
Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan.
Perbuatan tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam ciptaan ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya, perbuatan manusia bukanlah merupakan paksaan dari Allah, karena itu tidak bisa di katakan wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya .
Mengenai perbuatan dosa, maturidiyah berpendapat bahwa perbuatan dosa tersebut membawa kepada kekufuran karena, jika di lakukan terus menerus, bisa-bisa menghabiskan keimanan seseorang .
Manusia bebas dalam berbuat, tetapi kebebasan itu adalah dalam memilih antara yang di ridhai tuhan dan yang tidak di ridhaiNya, bukan dalam menentukan perbuatan itu sendiri

GOLONGAN-GOLONGAN ALIRAN MATURIDIYAH
Aliran Maturidiyah terbagi dalam 2 golongan, yaitu:
Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Maturidiyah sendiri. Golongan ini cenderung kearah paham Mu’tazilah, mengenai sifat-sifat Tuhan. Menurut Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuanNya. Begitu juga Tuhan berkuasa bukan dengan zatNya.
Maturidi menolak paham-paham Mu’tazilah, antara lain dalam soal:
Tidak sepaham mengenai pendapat Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
Al salah wa al Aslah.
Paham posisi menengah kaum Mu’tazilah.
Bagi Maturidiyah Samarkand, iman tidaklah cukup dengan tashdiq, tetapi harus dengan ma’rifah pula. Tidak akan ada tashdiq kecuali setelah ada ma’rifah. Jadi, ma’rifah menimbulkan tashdiq.
Iman versi Maturidiyah Samarkand adalah mengetahui Tuhan dalam ketuhananNya. Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifatNya dan Tauhid adalah mengetahui Tuhan dalam KeesaanNya. Qadir adalah mengetahui Tuhan dalam kekuasanNya.
Golongan ini tidak mendapat kesulitan dalam memecahkan persoalan keadilan. Baginya, perbuatan manusia itu dikendaki oleh manusia sendiri dan dia dihukum atas perbuatan yang dilakukannya atas dasar kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan hanya membalas perbuatan baik dengan pahala dan membalas perbuatan jahat dengan siksa
Golongan Bukhara
Golongan Bukhara di pimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad Al-bazdawi. Yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Asy’ari.
Namun, walaupun sebagai aliran Maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Maturidiyah. Ajaran-ajaran teologinya banyak di anut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab hanafi. Golongan bukhara berkeyakinan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban karena akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban Tuhan

DOKTRIN-DOKTRIN TEOLOGI AL-MATURIDIYAH
Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada al-Qur’an dan akal. Dalam hal ini,ia sama dengan al-Asy’ari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar dari pada yang diberikan oleh al-Asy’ari

Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memeperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal, menurut al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam masalah baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing.

Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu dengan akal, al-Maturidi sependapat dengan Mu’tazilah. Hanya saja bila Mu’tazilah mengatakan bahwa perintah melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk itu didasarkan pada pengetahuan akal, al-Maturidi mengatakan bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu saja. Dalam persoalan ini, al-Maturidi berbeda pendapat dengan al-Asy’ari. Menurut al-Asy’ari, baik atau buruk itu tidak terdapat pada sesuatu itu sendiri. Sesuatu itu dipandang baik karena perintah syara’ dan dipandang buruk karena larangan syara’. Jadi, yang baik itu baik karena perintah Allah dan yang buruk itu karena larangan Allah. Pada konteks ini, al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mu’tazilah dan al-Asy’ari.
Perbuatan Manusia
Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Dalam hal ini, al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian,karena daya diciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang dilakukan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia. Berbeda dengan al-Maturidi , al-Asy’ari mengatakan bahwa daya tersebut adalah daya tuhan karena ia memandang bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Berbeda pula dengan Mu’tazilah yang memandang daya sebagai daya manusia yang telah ada sebelum perbuatan itu sendiri.

Dalam masalah pemakaian daya ini, al-Maturidi membawa paham Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan). Kebiasaan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak Tuhan, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Tuhan, dan berbuat buruk juga atas kehendak Tuhan, ttapi tidak atas kerelaan-Nya.Dengan demikian, berarti manusia dalam paham al-Maturidi tidak sebebas manusia dalam paham Mu’tazilah.
Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Tuhan. Akan tetapi, pernyataan ini menurut al-Maturidi bukan berarti bahwa Tuhan berbuat dan berkehendak engan sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semata. Hal ini karena qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Sifat Tuhan
Berkaitan denngan masalah sifat Tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran al-Maturidi dan al-Asy’ari. Keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama’, basher. Dan sebagainya. Walaupun begitu, pengertian al-Maturidi tentang sifat Tuhan berbeda dengan al-Asy’ari. Al-Asy’ari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan zat, melainkan melekat padazat itu sendiri, sedangan al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu Mulzamah (ada bersama, baca:inheren) zat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wala hiya ghairuhu). Menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawanya pada pengertian antrhopomorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehinggga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada berbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama).

Tampaknya paham al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati faham Mu’tazilah. Perbedaan keduanya terletak padapengakkuan al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh al-Qur’an antara lain firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 22 dan 23.

Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunya wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak sama dengan keadaan dunia.
Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam (baca: sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu (Hadis). Al-Qur’an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak dapat kita ketahui, kecuali dengan suatu perantara.

Menurut al-Maturidi, Mu’tazilah memandang al-Qur’an sebagai yang tersusun dari huruf-huruf dan kata-kata, sedangkan al-Asy’ari memandangnya dari segi makna abstrak. Kalam Allah menurut Mu’tazilah bukan merupakan sifat-Nya dan pula dari dzat-Nya. Al-Qur’an sebagai sabda Tuhan bukan sifat, tetapi perbuatan yang diciptakan Tuhan dan tidak bersifat kekal. Pendapat ini diterima al-Maturidi, hanya saja al-Maturidi lebih suka menggunakan istilah hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan al-Qur’an. Dalam konteks ini, pendapat al-Asy’ari juga memiliki kesamaan dengan pendapat al-Maturidi, karena yang dimaksud dengan al-Asy’ari dengan sabda adalah makna abstrak tidak lain dari kalam nafsi menurut al-Maturidi dan itu memang sifat kekal Tuhan.
Perbuatan Manusia
Menurut al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak wajib berbuat ash-shalah wa al-ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap perbuatan Tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
Tuhan tidak membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia diluar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia juga diberi kemerdekaan oleh Tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
Pengutusan Rasul
Akal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban mengetahui baik dan buruk serta kewajiban lainnya dari syari’at yang yang dibeban kepada manusia. Oleh karena itu, menurut al-Maturidi, akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya. Pandangan al-Maturidi ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa pengutusan rasul ketengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pelaku Dosa Besar ( Murtakib Al-Kabir)
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aliran Maturidiyah lahir pada pertengahan abad  IX M. Aliran ini mempunyai latar belakang yang sama yaitu untuk menentang aliran Mu’tazilah yang tidak sesuai dengan pendapat mereka. Karena terjadinya perbedaan pendapat aliran Maturidiyah ini terpecah menjadi 2 golongan, yaitu :
Golongan Samarkand.
Golongan Bukhara
Doktrin-Doktrin Teologi Al-Maturidiyah adalah berkenaan dengan masalah sebagai berikut :
Akal dan wahyu
Perbuatan Manusia
Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Sifat Tuhan
Melihat Tuhan
Kalam Tuhan
Perbuatan Manusia
Pengutusan Rasul
Pelaku Dosa Besar ( Murtakib Al-Kabir)

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Aamiin …
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun,Teologi Islam, Universitas Indonesia :Jakarta, 1986
Razak, Abdul dan Rosihon Anwar. ILMU KALAM UNTUK UIN,STAIN,PTAIS.Pustaka Setia; Bandung. 2001
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia : Bandung. 1998
http://indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah- dan-Maturidiyah.html

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates