TUGAS KELOMPOK
Dalam Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI FATHIMIYAH DI MESIR
Dosen Pengajar : DINY MAHDANI, S.H.I, M.Pd.I
Di Susun Oleh Kelompok VII :
YUNITA ( 2012121628 )
ERNI APRILIANI ( 2012121627 )
RAPI’AH ( 2012121558 )
SRI AGUSTINA ( 2012121609 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi taufik serta hidayah Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang sangat sederhana ini dengan judul “Keutamaan Orang Yang Memiliki Ilmu Pengetahuan’’.
Pada kesempatan ini pula tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Diny Mahdani, S.H.I, M.Pd.I selaku dosen pengasuh Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah mendukung selesainya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, tiada gading yang tak retak. Penulis hanyalah manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan kehilafan, kritik dan saran yang bersifat positif sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan berpikir kita semua.
Amin yaa rabbal alamin.
Kandangan, 05 November 2013
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................................... 2
SEKILAS TENTANG DINASTI FATHIMIYAH ................................... 2
KONDISI SOSIAL MASA DINASTI FATHIMIYAH .......................... 4
KEMAJUAN PEMERINTAHAN FATHIMIYAH DI MESIR .............. 5
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA DINASTI
FATHIMIYAH DI MESIR ....................................................................... 8
ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DINASTI FATHIMIYAH ..... 12
KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI FATHIMIYAH ... 15
BAB III : PENUTUP ...................................................................................................... 17
SIMPULAN .................................................................................................. 17
SARAN ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak dapat di pungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang berkembang dan berjaya sekarang di Barat berasal dari ilmuwan – ilmuwan muslim melalui penerjemahan pengetahuan dari bahasa Arab ke bahasa Latin yang kemudian tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama ini para sejarawan memang menutupi usaha pengembangan intelektual yang telah dilakukan para ilmuwan muslim pada masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam. Diantara kerajaan Islam yang banyak menghasilkan ilmuwan Muslim adalah Dinasti Fathimiyah ( 295-555 H/ 908-1171 M ). Seperti yang diungkapkan oleh Syed Ameer Ali bahwa “ di bawah kaum Fathimiyah di Mesir , Kairo telah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru “.
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution sebagai periode Klasik ( 650-1250 M ) yang merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan Islam. Pada zaman ini di hasilkan ulama-ulama besar seperti tokoh-tokoh imam Mazhab, Tasawuf, dan Filsafat. Dalam tulisan ini selanjutnya akan dipaparkan kemajuan intelektual yang berkembang pada masa kejayaan Islam khususnya pada masa Dinasti Fathimiyah.
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI FATHIMIYAH MESIR
SEKILAS TENTANG DINASTI FATHIMIYAH
Dinasti Fathimiyah berdiri menjelang abad ke -10 ketika kekuasaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan daerah kekuasaannya tidak lagi terkoordinasikan. Kondisi ini telah membuka peluang bagi kemunculan dinasti-dinasti kecil di daerah-daerah , terutama yang gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri . Diantara dinasti kecil yang memisahkan itu adalah Dinasti Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah sendiri mengambil nama dari Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW. , oleh karenanya para Khalifah Fathimiyah mengembalikan asal usul mereka kepada Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Muhammad Rasulullah. Dinasti Fathimiyah ini muncul di Afrika Utara pada akhir abad ke-3 Hijriah di bawah pimpinan Ubaidillah al-Mahdi yang memiliki Mazhab Syiah Ismailiah. Mereka mengakui sebagai keturunan Nabi melalui Ali dan Fathimah melalui garis Ismail putra Ja’far al-Sadiq.
Khalifah-khalifah Dinasti Fathimiyah secara keseluruhan ada empat belas orang, tetapi yang berperan adalah :
Ubaidillah Al-Mahdi
Qo’im (322 H/934 M)
Mansur ( 334 H/945 M)
Mu’izz (341 H/952 M)
Aziz (364 H/ 973 M)
Hakim ( 386 H/996 M)
Zahir (411 H/1020 M)
Mustansir (427 H/1035 M)
Pekerjaan Fathimiyah yang pertama adalah mengambil kepercayaan ummat Islam bahwa mereka adalah keturunan Fathimah putri Rasul dan istri dari Ali Bin Abi Thalib. Tugas yang selanjutnya diperankan oleh Muidz yang mempunyai seorang Jendral bernama Jauhar Sicily yang dikirim menguasai Mesir sebagai pusat Dunia Islam zaman itu. Berkat perjuangan Jendral Jauhar, Mesir dapat direbut dalam masa yang pendek. Tugas utamanya adalah :
Mendirikan ibukota baru yaitu Kairo.
Membina suatu universitas Islam yaitu Al-Azhar.
Menyebarkan ideologi Fathimiyah, yaitu Syi’ah, ke Palestina, Syiria, dan Hijaz.
Pada tahun 362 H/973 M, Khalifah Muidz Lidinillah memindahkan ibu kota Dinasti dari Kairawan di Tunisia ke Al-Qahirah di Mesir. Pada tahun ini pula diresmikannya Mesjid Al-Azhar yang di dalamnya berdiri Universitas Al-Azhar, yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan mendasarkan pada mazhab Syiah Ismailiyah.
Al-Muidzz melaksanakan tiga kebijakan besar yaitu, pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama ( juga aliran ). Dalam bidang administrasi, ia mengangkat seorang wazir ( menteri ) untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, ia memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam bidang agama , di Mesir diadakan empat lembaga peradilan , dua mazhab Syi’ah dan dua mazhab Sunni.
Yang menarik justru mengapa penguasa Fathimiyah tidak mencoba melakukan tekanan agar penganut Sunnah menyeberang ke Syi’ah Ismailiyah. Mereka juga sangat menghargai kemerdekaan beragama dari masyarakat Kristen maupun Yahudi. Satu-satunya kekecualian terjadi pada diri Khalifah Al-Hakim ( 996-1021 ), sampai dijuluki sebagai “Khalifah gila” , karena telah melakukan pembantaian terhadap penganut agama Kristen, menghancurkan gereja, membunuhi anjing, serta mengharamkan jenis makanan tertentu. Disamping itu dia memproklamasikan dirinya sebagai Sang Nasib atau tuhan. Para sarjana telah menyatakan bahwa Hakim justru sangat ramah terhadap Kristen Ortodoks. Sebagai pengakuannya sebagai tuhan, dimaksudkan untuk membedakan antara ajaran Ismailiyah dengan yang lain. Pada suatu hari dia dinyatakan lenyap di bukit sebelah timur kota Kairo. Jasadnya tidak pernah ditemukan.
KONDISI SOSIAL MASA DINASTI FATHIMIYAH
Masyarakat Mesir pada Dinasti Fathimiyah terdiri dari kelompok ahli Sunnah dan Syi’ah. Kelompok ahli Sunnah merupakan kelompok mayoritas yang tinggal di Mesir sejak masa Dinasti Thulun. Kelak banyak pengikut Sunni beralih ke Mazhab Fathimi dikarenakan banyaknya kedudukan dan jabatan yang ditawarkan oleh Dinasti Fathimiyah ini.
Kelompok kedua adalah orang-orang Afrika yang dalam Dinasti Fathimiyah ini memiliki kedudukan sebagai tentara-tentara. Mereka tidak pernah menimbulkan permusuhan terhadap pengikut mazhab Sunni ataupun Syi’ah selama masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah.
Kelompok Masyarakat ketiga adalah Ahl Dzimmah , yang terdiri dari orang Yahudi dan Nasrani. Kelompok ini banyak menempati posisi jabatan dan kedudukan dalam Dinasti ini sehingga banyak pula diantara mereka yang masuk Islam dan mengikuti mazhab Ismailiyah. Hubungan sosial orang Fathimiyah terhadap orang Nasrani dan Yahudi terjalin dengan penuh damai dan diwarnai dengan toleransi keberagaman yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya mereka mendirikan gereja oleh para wazir dinasti itu.
Kelompok masyarakat keempat adalah orang-orang Turki yang telah menetap di Mesir sejak masa Dinasti Thuluniyah hingga masa khalifah Al-Hakim kelak.
Masyarakat kelima adalah orang-orang Sudan yang telah menetap di Mesir sejak masa Dinasti Ikhsyidiyah hingga masa Khalifah al-Hakim yang menyelamatkan mereka dari tentara Turki. Pada akhirnya mereka aman berada dalam Dinasti ini ketika Khalifah al-Zhahir menikahi Ratu Sudan.
KEMAJUAN PEMERINTAHAN FATHIMIYAH DI MESIR
POLITIK
Perluasan Wilayah
Sebelum menaklukan Mesir Dinasti Fathimiyah pada zaman khalifah pertamanya, al-Mahdi, telah menguasai Maghrib al-Aqsa, Delta, Sisilia, Corsica, Balearic dan pulau-pulau lainnya di Asia Kecil. Pada zaman al-Qaim, pengganti al-Mahdi, dinasti itu menaklukan Genoa dan sepanjang Pantai Calabria. Setelah penaklukan Mesir Khalifah al-Muiz meluaskan wilayah ke wilayah yang dikuasai oleh Bani Abbas yang sampai ke Damsyik dan Siria. Dengan dijadikan Mesir/Kairo sebagai pusat pemerintahan, maka menjadi mudah bagi daulat Fathimiyah untuk mengontrol kota-kota pusat Islam pada saat itu seperti al-Madinah al-Munawwarah, Damaskus dan Baghdad.
Sistem Pemerintahan
Pada umumnya organisasi pemerintahan Fathimiyah mengikuti organisasi pemerintahan Abbasiyah. Namun pada zaman al-Muiz dan anaknya, al-Aziz, telah dilaksanakan pembaharuan besar dalam bidang administrasi. Administrasi intern khilafah Fathimiyah dikatakan dicipta oleh penasihat khalifah al-Muiz dan khalifah al-Aziz yaitu Ya’aqub ibn Killis, seorang Yahudi Baghdad yang memeluk Islam. Seorang Mesir, al-Qalqahandi memberikan panduan untuk digunakan oleh calon-calon pemerintah menerangkan secara ringkas system-sistem militer dan administrasi Dinasti Fathimiyah. Dalam bidang militer ada tiga jabatan utama. Pertama, para amir yang termasuk pegawai tertinggi dan para pengawal dengan pedang terhunus mengawal khalifah. Kedua, para pegawai yang mengawal terdiri dari pada para ketua (ustadz) dan para sida-sida. Ketiga, resimen yang berbagai jawatan memakai gelar Hafiziyah, Juyushiyah, Sudaniyah dan sebagainya.
Para pengawal terdiri dari beberapa kelas. Kelas yang paling tinggi adalah pengawal yang menggunakan pedang yang mengawal tentara dan pejabat perang. Kemudian pengawal pintu dan pengawal yang mengurus urusan istana yang mempunyai keistimewaan mewakili utusan-utusan asing. Mereka yang menggunakanpena termasuk qadi yang juga menjadi direktur percetakan uang logam, inspektur pasar yang mengawal timbangan dan pengukuran, bendahara Negara yang mengawasi bayt al-mal. Jabatan yang paling rendah untuk mereka yang menggunakan pena ialah pengawal, sipil yang terdiri dari kerani dan sekretaris dalam berbagai departemen.
Khalifah dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh menteri-menterinya (wazir-tanfiz) yang mengawasi beberapa dewan. Antara dewan-dewan yang menjadi tanggung jawab menteri ialah Dewan Isya’ yang bertanggung jawab terhadap pembangunan; Dewan Idarah al-Maliyah yang bertanggungjawab terhadap pembangunan; Dewan Idarah al-Maliyah yang bertanggung jawab terhadap keuangan Negara; Dewan al-Idarah al-Mahalliyah yang menguruskan hubungan dengan daerah yang pemerintahannya dipegang oleh Gubernur; Dewan al-Jihad yang bertanggungjawab atas pembangunan dan perlengkapan angkatan perang; dan Dewan Rasail yang bertanggungjawab mengenai urusan pos. Para pegawai diberikan gaji yang memuaskan. Pakaian dan berbagai hadiah juga diberikan pada hari-hari besar tertentu.
Kerapian sistem administrasi menjadi dasar bagi kemajuan ekonomi di Lembah Nil semasa pemerintahan Fathimiyah. Penentuan system warisan dalam pergantian khalifah yang diatur secara turun temurun kepada anak, kecuali khalifah kesepuluh dan ketiga belas yang mewariskan jabatan khalifah kepada putra pamannya, merupakan salah satu factor bertahannya daulah ini dalam masyarakat Sunni selama lebih dua abad.
Kemajuan Ekonomi
Stabilitas, keamanan dan ketentraman yang dijamin oleh kemampuan militer serta kecakapan administrasi membuat kegiatan-kegiatan ekonomi dapat dilaksanakan dengan maksimal sehingga dapat menjadikan rakyat Mesir makmur. Kegiatan ekonomi berjalan lancar meliputi bidang pertanian, perdagangan dan industri. Pemerintahan Fathimiyah memberikan perhatian yang besar pada bidang pertanian, karena Mesir merupakan Negara agraris yang subur. Diantara usaha-usaha pemerintah Fathimiyah untuk memajukan sector pertanian ini ialah dengan membangun irigasi dan membina kanal-kanal. Selain menghasilkan gandum, kurma, tebu, kapas, bawang putih dan bawang merah, penanaman pohon-pohon hutan juga juga digalakkan sehingga Mesir menghasilkan kayu untuk membangun armada laut dan kapal-kapal dagang.
Sektor industri di Mesir juga menghasilkan berbagai tenunan. Industri tekstil yang maju pesat menghasilkan kain sutera dan wol yang dapat dieksport sampai ke Eropa. Pabrik khas didirikan oleh al-Muiz untuk membuat pakaian pegawai pemerintah di semua peringkat. Selain dari pada industri tekstil juga terdapat industri-industri lain yang tidak kalah perannya dalam menunjang perekonomian Mesir seperti industri kerajinan tangan, kristal, keramik, dan hasil tambang seperti besi, baja dan tembaga. Sektor perdagangan di Mesir pada masa pemerintahan Fathimiyah menunjukan kemajuan yang sangat pesat. Perdagangan dalam negeri berpusat di kota-kota seperti Fustat, Kairo, Diniyat, dan Qaus. Kota Iskandariyah menjadi pelabuhan internasional yang menjadi pangkalan kapal-kapal dagang dari dunia barat dan timur. Fasilitas pelabuhan menjadi perdagangan luar negeri meluas sampai ke Asia dan Eropa. Pajak dari pada sector perdagangan ini menjadi sumber utama pemasukan uang Negara dan mengukuhkan perekonomian Negara.
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN DINASTI FATHIMIYAH DI MESIR
Perkembangan kebudayaan Islam pada masa ini mencapai kondisi yang sangat mengagumkan. Hal ini disebabkan berkembangnya penerjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing seperti bahasa Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, sultan, dan umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra. Diantara lembaga-lembaga pendidikan pada Dinasti Fathimiyah antara lain :
Masjid dan Istana
Pada masa Dinasti ini masjid menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih khususnya ulama yang menganut Mazhab Syi’ah Ismailiyah juga para wazir dan hakim. Mereka berkumpul membuat buku tentang Mazhab Syi’ah Ismailiyah yang akan diajarkan kepada masyarakat. Fungsi para hakim dalam perkumpulan ini adalah untuk memutuskan perkara yang timbul dalam proses pembelajaran mazhab Syi’ah tersebut. Dengan demikian tampak jelas lembaga-lembaga ini menjadi sarana bagi penyebaran ideologi mereka. Hal ini senada dilakukan pada madrasah-madrasah Nizhamiyah, seperti yang tertera dalam dokumen sifat-sifat madrasah dapat disimpulkan beberapa hal :
Bahwa Madrasah Nizhamiyah, lengkap dengan harta wakaf dan penghasilan yang diperoleh dari pengelolaan harta tersebut, adalah untuk kepentingan satu kelompok tertentu, yakni penganut Mazhab Syafi’i.
Bahwa tiga dari lima jabatan ( Mudarris, Wa’idh, dan pustakawan ) harus dijabat oleh orang-orang yang bermazhab Syi’ah.
Tetapi ternyata lembaga pengembangan intelektual dalam hal ini madrasah pada masa klasik tidak hanya dijadikan sebagai sarana penyebaran satu mazhab saja sebagaimana yang dilakukan pada Dinasti Fathimiyah juga Abbasiyah pada masa Nizam Al-Mulk.
Berbeda dari keduanya Madrsah Al-Mustansyiriyah pada masa Khalifah Al-Mustanshir dari Bani Abbasiyah, madrasah dijadikan sarana penyebaran bagi empat mazhab karenanya memberikan empat ruang untukmasing-masing mazhab dengan fasilitas dan dukungan yang sama. Dukungan fasilitas terhadap sekolah-sekolah ini adalah lepas dari persaingan antarmazhab karena semakin meningkatnya jumlah sekolah akan semakin besar sokongan dan dukungan dana bagi fasilitas madrasah, berikut sekolah tinggi mazhab Syi’ah dan Sunni di Islam Timur ( Merebak kira-kira 1050 sampai 1250 ).
Perpustakaan
Perpustakaan juga memiliki peran yang tidak kecil dibandingkan masjid dalam penyebaran akidah Syi’ah Ismailiyah di masyarakat. Untuk itu para khalifah dan wazir memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu. Perpustakaan terbesar yang dimiliki Dinasti Fathimiyah ini diberi nama “ Dar Al ‘Ulum” yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan ” Baitul Hikmah “.
( Perpustakaan Dinasti Abbasiyah ). Perpustakaan ini didirikan pada tahun 998 M oleh Khalifah Fathimiyah Al-Aziz (975-996 M ). Berisi tidak kurang dari 100.000 volume, boleh jadi sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah Al-Qur’an berhiaskan emas dan perak dan disimpan di ruang terpisah.
Begitu giatnya usaha penerjemahan buku ilmiah dan propaganda mazhab yang didukung oleh pemerintah tergambarkan sebagaiman yang diriwayatkan dari Al-Maqrizy sesungguhnya di istana terdapat 40 lemari dimana setiap lemari memiliki 18.000 volume buku. Dan perpustakaan ini sebagaimana dikatakan Abi Syamah sebagai salah satu keajaiban dunia di dalamnya juga dinyatakan terdapat sebanyak 1220 naskah dari Tharikh Thabari.
Al-Juyusyi dan kekhalifahan digantikan oleh Khalifah Al-Amir, ia memindahkan sebanyak 500.000 jilid buku dari istana keperpustakaannya sendiri. Al-Maqrizymengomentari perampasan buku yang dilakukan oleh menteri Abu Faraj pada tahun 1068 dari wazir Afdhal bin Amir sebagai berikut :
“ Aku sedang berada di Mesir ketika menyaksikan 25 ekor unta mengangkut buku-buku ke Istana Perdana Menteri Wazir Abi Faraj Muhammad Bin Ja’Far al-Maqrizy. Aku bertanya kepadanya akan hal ini, sehingga aku tahu bahwa buku-buku itu diambil dari Istana al-khatir bin Muwaffiq al-Din ( gelar wazir al-fadhil )
Sayangnya beberapa bulan kemudian, buku-buku tersebut semuanya dibakar oleh tentara Turki setelah menaklukan khalifah dan menjarah istananya. Manuskrip-manuskrip tersebut akhirnya ditimbun dalam sebuah tumpukan dan dibakar dekat Abyar, yang mana kemudian menjadi terkenal sebagai “Hill of the books”. Memerlukan waktu satu abad lebih untuk merestorasi akibat dari kebakaran tersebut. Diantara penerjemah abad kesembilan dan kesepuluh pada masa ini adalah :
Zurbah Ibn Majuh an-Na’ami al-Himsi
Halal Ibn Abi Halal al-Himsi
Abu Al-Fath Isfahani
Fethun at-Tarjuman
Abu Asrawi
Ibnu Ayyub
Basil Al-Mutran
Abu Yusuf Al-Katib
Abu Umar Yuhanna Ibnu Yusuf
Salam al-Abrash
Dar al-‘Ilm
Pada bulan Jumadil Akhir tahun 395 H/1005 M atas saran perdana menterinya Ya’qub bin Killis , Khalifah Al-Hakim mendirikan Jamiah ilmiyah Akademi ( lembaga riset ) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan dunia lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar Al-Hikmah. Disinilah berkumpul para ahli fikih, astronom, dokter dan ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian ilmiah.
Para cendekiawan belajar Al-Qur’an, astronomi, tata bahasa, leksikografi dan ilmu kedokteran. Gedung tersebut diperindah dengan karpet, dan pada semua pintu dan koridor terdapat tirai. Untuk perawatannya ditugaskan manajer, pelayan, penjaga, dan pekerja kasar lainnya. Al-Hakim memberikan hak masuk bagi setiap orang tanpa perbedaan tingkat, siapa yang ingin membaca dan menyalin buku.
Pada tahun 403 H Khalifah Al-Hakim mulai mengadakan majelis ilmu rutin yang dihadiri oleh para ahli kesehatan, mantik, fiqih,kedokteran dan bersama-sama mengkaji berbagai masalah.
ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DINASTI FATHIMIYAH
Pada masa ini ulama membagi ilmu pengetahuan kepada dua macam :
Ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim
Ilmu pengetahuan yang bukan bersumber dari Arab.
Ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an disebut ilmu naqliyah atau Syar’iyyah, sedang untuk kategori yang kedua disebut dengan ilmu ‘Aqliyah atau hukmiyah, kadang disebut juga dengan ilmu ‘azam.
Bahasa dan Sastra
Diantara ulama yang terkenal pada masa ini adalah Abu Tohir An-Nahwi, Abu Ya’qub Yusuf bin Ya’qub, Abu Hasan Ali bin Ibrahim yang telah mengarang beberapa buku sastra dan belum sempat diterjemahkan bukunya tersebut oleh Ibn Khalikan. Ia memiliki perpustakaan yang sangat luas berisi karya-karya Maimodes, Galen, Hippocrates dan Averroes yang mana terjual dalam suatu lelang.
Kedokteran
Dinasti Fathimiyah memberikan perhatianyang sangat besar pada keahlian kedokteran. Dinasti ini menempatkan posisi dokter ditempat yang tinggidengan memberikan penghargaan berupa uang dan kedudukan yang terhormat. Lazimnya para dokter ini menguasai pula ilmu filsafat serta bahasa asing khususnya bahasa Suryani dan Yunani selain penguasaannya terhadap ilmu kedokteran. Di antara dokter itu adalah : Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Said An-Namimi yang bertempat tinggal di Baitul Maqdis dan banyak belajar ilmu kedokteran dari seorang pendeta, kemudian banyak menimba ilmu dari ulama di negara lain, sehingga mampu meracik obat sendiri.
Tokoh kedokteran lain yang terkenal adalah Musa bin Al-Azzar yang Lidinillah. Demikian pula Abu Hasan Ali Al-Ridwan yang menjadi dokter Khalifah Al-Aziz. Selain ilmu diatas masih terdapat banyak ilmu yang berkembang pada masa ini seperti matematika, Ilmu Falak, Sejarah dan lain-lain.
Syair
Para penyair pada masa ini melakukan pujian-pujian terhadap khalifah dengan menghina syair-syair ahli sunnah, dengan pekerjaan ini mereka mendapat banyak imbalan dari khalifah diantara penyair adalah Ibnu Hani’. Para penyair ini bersama para khalifah mencoba menyebarkan doktrin Syi’ah Ismailiyah melalui pantun dan syair. Selain Ibnu Hani’ , adalah Abu Abdullah Muhammad bin Abi Al-Jara’ penyair yang hidup pada masa Khalifah Al-Aziz. Secara umum para penyair menyenandungkan pujian akan kehebatan mazhab Syi’ah dan kebesaran serta kejayaan kepemimpinan khalifah mereka.
Filsafat
Tokoh filsafat yang terkenal pada masa Dinasti Fathimiyah ini adalah yang disebut dengan Ikhwan Al-Shafa. Sementara itu filsuf yang terkenal pada masa ini adalah :
Abu Hatim Al-Razi ( 322 H ) yang menjadi tokoh pada masa khalifah Ubaidillah Al-Mahdi merupakan orang yang dalam bidang sastra, filsafat. Ia merupakan tokoh propagandis diwilayah Rayy.
Kejayaan intelektual intelektual pada masa Dinasti Fathimiyah ini pun memudar dengan kemungkinan-kemungkinan berikut:
Perang mengakibatkan hancurnya perpustakaan-perpustakaan. Serbuan Mongol, Perang Salib, dan Pengusiran Muslim dari Spanyol meminta korban sejumlah perpustakaaan besar di kota-kota semacam Baghdad , dan lain-lain.
Pergantian pemerintahan dan ketidakstabilan politik dan ekonomi juga berpengaruh langsung, sebab kebanyakan perpustakaan dan lembaga keilmiahan dibiayai oleh pemerintah.
Dari pemaparan diatas , maka jelas diketahui bahwa sekolah-sekolah yang ada pada masa klasik bisa disebut sekolah yang bercirikan teologis karena didirikan tidak hanya berlandas motif sosial tapi juga politik dan agama dalam hal ini untuk menjaga kesinambungan mazhab dan aliran serta masa pemerintahan Dinasti yang memimpin.
KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI FATHIMIYAH
Kemunduran disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
kelemahan khalifah, sehingga kekuasaan wazir melebihi kekuasaan khalifah
ambisi wazir untuk memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari khalifah, sehingga mereka berusaha untuk mengendalikan khalifah, misalnya, dengan jalan mengangkat khalifah-khalifah yang masih di bawah umur
terjadinya perebutan kedudukan wazir di antara pimpinan militer dari berbagai suku;
tidak adanya persatuan dan kesatuan di dalam tubuh angkatan bersenjata, karena tentara-tentaranya berasal dari suku-suku diluar mesir (seperti Sudan, Turki dan Barbar) sehingga tidak ada rasa nasionalisme, senantiasa terjadi pertengkaran, dan bahkan pertempuran diantara mereka;
terjadinya pemberontakan-pemberontakan dan banyaknya wilayah-wilayah yang telepas dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah;
adanya pemaksaan paham Syi’ah terhadap pemeluk Sunni dan pertentangan antara Sunni dan Syi’ah;
bencana alam yang terjadi cukup lama sehingga menimbulkan kelaparan yang berkepanjangan dengan kelemahan perekonomian;
terjadinya perebutan kedudukan khalifah di antara anak-anak khalifah .
Sementara faktor kehancuran dinasi Fathimiyah adalah serangan pasukan Salahuddin al-Ayyubi, meninggalnya khalifah al-‘Adid, dan tampilnya Salahuddin sebagai khalifah. Kemenangan Ayyubi atas Fathimiyah dapat dikatakan sebagai kemenangan Sunni atas Syi’ah. Ia tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi/ah kepada Sunni . Ia juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiah baru, terutama masjid yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan hukum.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Selama dua abad Dinasti Fathimiyah berhasil menguasai Mesir, cukup lama bagi kekuasaan sebuah dinasti muslim. Banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai oleh Dinasti Fathimiyah, terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Namun , Kejayaan intelektual intelektual pada masa Dinasti Fathimiyah ini pun memudar dengan kemungkinan-kemungkinan berikut :
Perang mengakibatkan hancurnya perpustakaan-perpustakaan. Serbuan Mongol, Perang Salib, dan Pengusiran Muslim dari Spanyol meminta korban sejumlah perpustakaaan besar di kota-kota semacam Baghdad , dan lain-lain.
Pergantian pemerintahan dan ketidakstabilan politik dan ekonomi juga berpengaruh langsung, sebab kebanyakan perpustakaan dan lembaga keilmiahan dibiayai oleh pemerintah.
Dari pemaparan diatas , maka jelas diketahui bahwa sekolah-sekolah yang ada pada masa klasik bisa disebut sekolah yang bercirikan teologis karena didirikan tidak hanya berlandas motif sosial tapi juga politik dan agama dalam hal ini untuk menjaga kesinambungan mazhab dan aliran serta masa pemerintahan Dinasti yang memimpin.
SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Aamiin …
DAFTAR PUSTAKA
Suwito, MA. Et al . Sejarah Sosial Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003 ) cet Ke-2
Sunantu, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, ( Bogor: Kencana , 2003 )
Ahmad, H. Zaenal Abidin. Sejarah Islam dan Ummatnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Jilid IV
Su’ud, Abu . Islamologi Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2003 ) cet. Ke-1
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)
0 komentar:
Posting Komentar